Tentang Cap Go Meh, asal usul dan sejarahnya
Perayaan Cap Go Meh atau Perayaan Lampion ini tidak hanya dirayakan di Indonesia saja. Beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura juga ikut merayakan hari raya ini. Di negara Tiongkok, Festival Cap Go Meh dikenal dengan nama Festival Yuan Xiao atau Festival Shang Yuan. Perayaan Ini awalnya dirayakan sebagai hari penghormatan kepada Dewa Thai Yi. Dewa Thai Yi sendiri dianggap sebagai Dewa tertinggi di langit oleh Dinasti Han (206 SM – 221 M).
Cap Go Meh melambangkan Hari Ke lima Belas bulan pertama Imlek dan merupakan hari terakhir dari rangkaian masa perayaan Imlek bagi komunitas migran Tionghoa yang tinggal di luar China.
Istilah Cap Go Meh berasal dari dialek Hokkian yang bila diartikan secara harafiah bermakna “15 hari atau malam setelah Imlek”. Bila dipenggal per-kata, ‘Cap’ mempunyai arti sepuluh, “Go” adalah lima, dan “meh” berarti malam.
Setiap Hari Raya warga Tionghoa, baik religius maupun tradisi budaya semuanya mempunyai asal-usulnya dan sejarahnya. Sejarah tersebut biasanya diceritakan dari mulut ke mulut, legenda, berdasarkan buku dengan beragam versi, tergantung budaya, tradisi dan daerah masing-masing.
Menurut pria kelahiran 1932 yang lebih dikenal dengan nama XF Asali ini, Cap Go Meh memiliki dua versi.
- Versi pertama adalah Yuan Shiau Ciek yaitu satu di antara festival yang dirayakan sejak Dinasti Xie Han (206 SM-24 M) untuk menandakan berakhirnya perayaan tahun baru Imlek.“Secara religius pada umat penganut Taoisme, Cap Go Meh dikenal sebagai San Yuan yaitu hari lahir Shang Yuan Thian Kuan atau Dewa Langit yang memberikan karunia pada manusia,” ujarnya.
- Sementara versi kedua adalah sejarah pada Dinasti Tung Han (25-220), oleh Kaisar Liu Chang, perayaan Yuan Shiau Ciek untuk menghormati Sang Buddha Sakyamuni yang telah menampakkan diri pada tanggal 30 bulan 12 Imlek di Daratan Barat, yang ditafsirkan sama dengan tanggal 15 bulan 1 Imlek di Daratan Timur. Oleh karena itu, Kaisar juga memerintahkan rakyatnya sembahyang syukuran, arak-arakan, memasang lampion, dan atraksi kesenian rakyat pada malam hari tepatnya Cap Go Meh.
Di negara Barat, Cap go meh dinilai sebagai pesta karnavalnya etnis Tionghoa, karena adanya pawai yang pada umumnya dimulai dari Kelenteng. Kelenteng adalah penyebutan secara keseluruhan untuk tempat ibadah “Tri Dharma” (Buddhism, Taoism dan Confuciusm). Nama Kelenteng sekarang ini sudah dirubah menjadi Vihara yang sebenarnya merupakan sebutan bagi rumah ibadah umat Buddha.
Kelenteng itu sendiri, bukannya berasal dari bahasa China, melainkan berasal dari bahasa Jawa, yang diambil dari perkataan “kelintingan” – lonceng kecil. Karena bunyi-bunyian inilah yang sering keluar dari Kelenteng, sehingga mereka menamakannya Kelenteng.
Orang Tionghoa sendiri menamakan Kelenteng itu, sebagai Bio, Mandarinnya ?(miào). Wen Miao adalah bio untuk menghormati Confucius dan Wu Miao adalah untuk menghormati Guan Gong.
Tarian Barongsai Cap Go Meh
Cap go meh tanpa adanya barongsai dan liong (naga) rasanya tidaklah komplit. Tarian barongsai Cap Go Meh biasanya disebut “Nong Shi”.
Sedangkan nama “barongsai” adalah gabungan dari kata Barong dalam bahasa Jawa dan Sai = Singa dalam bahasa dialek Hokkian. Singa menurut orang Tionghoa ini melambangkan kebahagiaan dan kegembiraan.
Jenis jenis tarian barongsai:
- Barongsai Singa Utara yang penampilannya lebih natural sebab tanpa tanduk
- Barongsai Singa Selatan memiliki tanduk dan sisik jadi mirip dengan binatang Qilin (kuda naga yang bertanduk).
Namun Seperti layaknya binatang-binatang lainnya juga, maka barongsai juga harus diberi makan berupa Angpau yang ditempeli dengan sayuran selada air yang lazim disebut “Lay See”.
Untuk melakukan tarian makan Lay See (Chai Qing) ini para pemain harus mampu melakukan loncatan tinggi. Sehingga ketika dahulu para pemain barongsai, hanya dimainkan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan silat – “Hokkian = kun tao” yang berasal dari bahasa Mandarin Quan Dao (Kepala kepalan atau tinju), tetapi sekarang lebih dikenal dengan kata Wu Shu, padahal artinya Wu Shu sendiri itu adalah seni menghentikan kekerasan.
Perayaan seperti ini Cap Go Meh sempat tidak diperbolehkan. Tapi sejak pemerintahan Gus Dur pada tahun 1999, perayaan yang kental dengan komunitas tionghoa ini kembali digelar ke hadapan masyarakat umum.
Di NKRI sendiri menjadikan kota SINGKAWANG di Kalimantan Barat sebagai pusat perayaan Cap Go Meh terbesar dan termegah.
Sebagai bentuk solidaritas dalam berbangsa dan bernegara, kota SINGKAWANG menjadi pusat perayaan Cap Go Meh terbesar dan termegeah di Indonesia. Maka dari itu tidak heran jika menjelang perayaan Cap Go Meh di Singkawang harga tiket pesawat sangat mahal.
Harga tiket pesawat bisa melambung hingga dua kali lipat dari harga normalnya. Perayaan ini awalnya dirayakan oleh Dinasti Xie Han (206 SM – 221 M), sebagai hari penghormatan kepada Dewa Thai-yi, dewa tertinggi di langit
Saat Dinasti Tang memimpin China, perayaan ini mulai dirayakan oleh masyarakat umum secara luas. Festival ini merupakan kesempatan masyarakat untuk bersenang-senang. Saat malam tiba, masyarakat akan turun ke jalan dengan berbagai bentuk lampion yang telah diberi variasi.
Demikianlah informasi tentang Cap Go Meh. selamat merayakan hari Cap Go Meh bagi yang merayakan dan silakan menikmatinya sebagai hiburan bagi yang tidak merayakan.